Chiquita Jasmine XI MIA 4
Lomba Menulis Cerpen Bulan Bahasa
Nyanyian Indonesia Raya
“ Nanti ya, Ren, aku mau menyiapkan
keyboard dulu buat apel pagi, “
sebuah suara yang feminim terdengar tergesa-gesa di kelas XI MIA 3. Seorang
siswi berambut hitam panjang yang dikuncir satu dengan rapi merupakan pemilik
suara tersebut. Sebuah nama terbordir pada seragamnya, ‘ Nadia Amada ‘. Nadia
melambaikan pada sahabatnya, Darren, dan berkata, “ nanti setelah apel kita
ngobrol lagi. “ Darren yang berdiri di depan meja Nadia melambai balik dan
membalas, “ yaudah, cepat sana, nanti dimarahin Pak Budi kalo telat. “ Nadia
menahan tawa dan bergegas keluar kelas untuk menyiapkan keyboard di lapangan.
Setiap pagi, Nadia mengiringi lagu
kebangsaan ‘Indonesia Raya’ menggunakan keyboard
sambil bernyanyi pada saat apel pagi dan upacara bendera. Sudah bukan hal
yang asing bagi warga sekolah untuk melihat Nadia berdiri di belakang keyboard
pada saat apel. Nadia memanfaatkan kehandalannya dalam bermain piano untuk
mengiringi lagu-lagu untuk sekolah. Satu hal yang Nadia rahasiakan dari semua
orang adalah ia sebenarnya merasa bangga dapat menggunakan bakatnya untuk
sesuatu yang patriotik. Setiap kali ia memainkan lagu kebangsaan apa saja,
hatinya diliputi rasa bangga. Namun Nadia takut jika ia mengutarakan
perasaannya ini, ia akan besar kepala. Oleh karena itu ia menyimpan perasaan
bangga itu untuk dirinya sendiri.
“ Menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Hadirin dimohon berdiri. “ semua murid yang telah berbaris di lapangan
mengecilkan suara setelah mendengar kalimat tersebut. Pembukaan iringan keyboard Nadia yang khas terdengar di
seluruh lapangan. Suaranya yang merdu terdengar lantang karena pengeras suara.
Hingga akhir dari stanza ke-3, Nadia berhasil bernyanyi dengan merdu dan mulus.
Setelah guru-guru memberikan pemberitahuan dan apel sudah selesai, Nadia
kembali ke kelasnya bersama Darren.
“ Nad, tahu gak? “ tanya Darren
ketika mereka sudah sampai di kelas. “ Ya aku gak tahu kalau kamu belum kasih
tahu, “ gurau Nadia. “ Hahahahaha.. aku lagi serius nih.. kamu merhatikan, gak?
Kalau kamu nyanyi Indonesia Raya, yang lain sebenernya banyak yang cuma lip sinc! “ kata Darren sambil duduk di
bangku di depan meja milik Nadia. “ Hah? Serius? Aku kan fokus main keyboard, Ren! “ Nadia memasang wajah
kaget. “ Iya serius.. makanya aku ngasih tahu kamu, “ Darren menopang dagunya
dengan tangannya. “ Lho, memangnya
gak ketahuan? “ tanya Nadia dengan heran kepada Darren. “ Ya, kan suara mereka
sebenarnya gak kedengeran juga karena tertutup suara kamu yang pakai pengeras
suara, jadinya mereka lip sinc aja
karena malas, “ Darren menjelaskan kepada Nadia yang masih kaget.
Nadia merasa seperti ada batu dalam
perutnya. Rasa bersalah menyesakkan dadanya dan tergambar jelas pada wajahnya.
Ia terdiam seketika. Darren yang tadinya bergurau-gurau langsung menjadi cemas.
“ Nad? “ tanyanya kepada Nadia yang duduk termenung di kursinya. Nadia tidak
menjawab, hanya mengerutkan bibirnya. Untuk Darren yang sudah mengenal Nadia,
ekspresinya dapat terbaca jelas seperti buku yang terbuka. “ Sudahlah, Nad..
biarkan saja, toh, bukan salah kamu,
“ Darren berusaha menghibur sahabatnya itu. “ Tapi, Ren… aku benar-benar gak
tahu… aku terlalu fokus pada diriku sendiri sampai gak menyadari audience…. “ Nadia mengela napas
panjang. Ia kira dengan menjadi pengiring lagu setiap apel, teman-temannya juga
ikut merasakan kebanggaan yang sama terhadap tanah air. Namun yang terjadi
ternyata sebaliknya.
Nadia betul-betul menjiwai
lagu-lagu kebangsaan. Baginya, lagu-lagu tersebut ditujukan untuk para pahlawan
yang memperjuangkan bangsa sehingga ia bisa hidup dia era yang seperti ini.
Baginya, lagu-lagu tersebut adalah suatu bagian kecil yang dapat ia lakukan
untuk mengenang jasa para pahlawan. Mendengar bahwa teman-temannya tidak ikut
bernyanyi karena dirinya membuatnya sangat kecewa.
“ Aku tuh ya, Ren, paling gak suka
kalau ada yang macam-macam dengan lagu kebangsaan… risih aja kalau gak ada
hormat-hormatnya dengan simbol mengenang pahlawan, “ Darren mengangguk kepada
perkataan Nadia. “ Kamu patriotis banget
ya, Nad? “ tanya Darren dengan nada yang bergurau, tapi perkataannya memang
benar. “ Yaaa.. kakakku sudah
mengontribusikan medali emas lomba kimia internasional untuk Indonesia! Masa
aku gak bisa kontribusi apa-apa? ya minimal aku bisa melakukannya di lingkungan
sekolah, “ Nadia menjawab pertanyaan Darren. Darren mendeham lalu bertanya, “
terus, kamu mau apa? “ Nadia meletakkan telunjuknya pada dahunya. “ Hmmm… aku
juga gak tahu, sih, tapi yang pasti
aku akan cari cara biar mereka bernyanyi lagi! Pokoknya ‘Indonesia Raya’ harus
dikumandangkan oleh seluruh sekolah! “
Minggu berikutnya, Nadia sudah
menemukan solusi dibantu oleh Darren. Mereka telah berkonsultasi dengan para
guru dan para guru sangat setuju dengan usul Nadia dan Darren. Ketika Apel
pagi, keyboard yang biasanya
terpampang di depan lapangan tidak ada. Justru, Nadia berdiri di atas podium
dengan standing mic di depannya. “
Menyanyikan lagu Indonesia Raya, hadirin dimohon berdiri, “ suara tersebut
terdengar dari pengeras suara sekolah. Kemudian, sebuah rekaman iringan
instrumental lagu ‘Indonesia Raya’ terdengar dari pengeras suara sekolah.
Tangan Nadia memberikan aba-aba masuk bernyanyi. Ya, Nadia memutuskan untuk
menjadi dirijen. “ Indonesia.. tanah airku.. tanah tumpah darahku…. “ syair
lagu kebangsaan terdengar jelas di seluruh lapangan. Semuanya ikut bernyanyi.
Nyanyian warga sekolah terdengar menggema di seluruh sekolah, menggetarkan hati
Nadia. Ia merasakan rasa bangga yang berbeda dari sebelumnya. Baru kali ini
Nadia benar-benar menatap audience ketika
menyanyikan lagu kebangsaan. Ia amati satu persatu dari mereka yang bernyanyi
dan Nadia tidak dapat menahan senyumannya.
Selesai apel, Darren menghampiri
Nadia. “ Woaahh.. beneran berhasil, lho, Nad! Kamu hebat, deh! “ puji Darren dengan keras. “ Ih, biasa aja, tahu.. “ balas Nadia yang
tersipu malu. Ketika menjadi dirijen, Nadia menyadari bahwa semua mata tertuju
padanya. Seorang guru yang biasanya mengurus apel pagi menghampiri Nadia. “
Nadia, terima kasih, ya, ide kamu bagus! “ guru tersebut menepuk pundak Nadia.
“ hehe.. sama-sama, Pak! “
Nadia menyadari suatu hal. Ketika
ia memimpin dan fokus pada dirinya sendiri, tentu ia merasa bangga. Namun,
ketika ia membuat banyak orang ikut menyanyikan lagu kebangsaan dengan khidmat,
itu merupakan kebanggaan yang tidak terlupakan. Daripadi menjadi patrioti
sendiri, alangkah baiknya untuk mengajak dan membuat orang lain merasakan hal
yang sama. Suatu bangsa berdiri kokoh karena kontribusi banyak orang, tidak
bisa jika hanya satu individu yang menopang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar