Rabu, 21 November 2018

Nyanyian Indonesia Raya

Chiquita Jasmine XI MIA 4
Lomba Menulis Cerpen Bulan Bahasa

Nyanyian Indonesia Raya

“ Nanti ya, Ren, aku mau menyiapkan keyboard dulu buat apel pagi, “ sebuah suara yang feminim terdengar tergesa-gesa di kelas XI MIA 3. Seorang siswi berambut hitam panjang yang dikuncir satu dengan rapi merupakan pemilik suara tersebut. Sebuah nama terbordir pada seragamnya, ‘ Nadia Amada ‘. Nadia melambaikan pada sahabatnya, Darren, dan berkata, “ nanti setelah apel kita ngobrol lagi. “ Darren yang berdiri di depan meja Nadia melambai balik dan membalas, “ yaudah, cepat sana, nanti dimarahin Pak Budi kalo telat. “ Nadia menahan tawa dan bergegas keluar kelas untuk menyiapkan keyboard di lapangan.

Setiap pagi, Nadia mengiringi lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ menggunakan keyboard sambil bernyanyi pada saat apel pagi dan upacara bendera. Sudah bukan hal yang asing bagi warga sekolah untuk melihat Nadia berdiri di belakang keyboard pada saat apel. Nadia memanfaatkan kehandalannya dalam bermain piano untuk mengiringi lagu-lagu untuk sekolah. Satu hal yang Nadia rahasiakan dari semua orang adalah ia sebenarnya merasa bangga dapat menggunakan bakatnya untuk sesuatu yang patriotik. Setiap kali ia memainkan lagu kebangsaan apa saja, hatinya diliputi rasa bangga. Namun Nadia takut jika ia mengutarakan perasaannya ini, ia akan besar kepala. Oleh karena itu ia menyimpan perasaan bangga itu untuk dirinya sendiri.

“ Menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hadirin dimohon berdiri. “ semua murid yang telah berbaris di lapangan mengecilkan suara setelah mendengar kalimat tersebut. Pembukaan iringan keyboard Nadia yang khas terdengar di seluruh lapangan. Suaranya yang merdu terdengar lantang karena pengeras suara. Hingga akhir dari stanza ke-3, Nadia berhasil bernyanyi dengan merdu dan mulus. Setelah guru-guru memberikan pemberitahuan dan apel sudah selesai, Nadia kembali ke kelasnya bersama Darren.

“ Nad, tahu gak? “ tanya Darren ketika mereka sudah sampai di kelas. “ Ya aku gak tahu kalau kamu belum kasih tahu, “ gurau Nadia. “ Hahahahaha.. aku lagi serius nih.. kamu merhatikan, gak? Kalau kamu nyanyi Indonesia Raya, yang lain sebenernya banyak yang cuma lip sinc! “ kata Darren sambil duduk di bangku di depan meja milik Nadia. “ Hah? Serius? Aku kan fokus main keyboard, Ren! “ Nadia memasang wajah kaget. “ Iya serius.. makanya aku ngasih tahu kamu, “ Darren menopang dagunya dengan tangannya. “ Lho, memangnya gak ketahuan? “ tanya Nadia dengan heran kepada Darren. “ Ya, kan suara mereka sebenarnya gak kedengeran juga karena tertutup suara kamu yang pakai pengeras suara, jadinya mereka lip sinc aja karena malas, “ Darren menjelaskan kepada Nadia yang masih kaget.

Nadia merasa seperti ada batu dalam perutnya. Rasa bersalah menyesakkan dadanya dan tergambar jelas pada wajahnya. Ia terdiam seketika. Darren yang tadinya bergurau-gurau langsung menjadi cemas. “ Nad? “ tanyanya kepada Nadia yang duduk termenung di kursinya. Nadia tidak menjawab, hanya mengerutkan bibirnya. Untuk Darren yang sudah mengenal Nadia, ekspresinya dapat terbaca jelas seperti buku yang terbuka. “ Sudahlah, Nad.. biarkan saja, toh, bukan salah kamu, “ Darren berusaha menghibur sahabatnya itu. “ Tapi, Ren… aku benar-benar gak tahu… aku terlalu fokus pada diriku sendiri sampai gak menyadari audience…. “ Nadia mengela napas panjang. Ia kira dengan menjadi pengiring lagu setiap apel, teman-temannya juga ikut merasakan kebanggaan yang sama terhadap tanah air. Namun yang terjadi ternyata sebaliknya.

Nadia betul-betul menjiwai lagu-lagu kebangsaan. Baginya, lagu-lagu tersebut ditujukan untuk para pahlawan yang memperjuangkan bangsa sehingga ia bisa hidup dia era yang seperti ini. Baginya, lagu-lagu tersebut adalah suatu bagian kecil yang dapat ia lakukan untuk mengenang jasa para pahlawan. Mendengar bahwa teman-temannya tidak ikut bernyanyi karena dirinya membuatnya sangat kecewa.

“ Aku tuh ya, Ren, paling gak suka kalau ada yang macam-macam dengan lagu kebangsaan… risih aja kalau gak ada hormat-hormatnya dengan simbol mengenang pahlawan, “ Darren mengangguk kepada perkataan Nadia.  “ Kamu patriotis banget ya, Nad? “ tanya Darren dengan nada yang bergurau, tapi perkataannya memang benar. “ Yaaa..  kakakku sudah mengontribusikan medali emas lomba kimia internasional untuk Indonesia! Masa aku gak bisa kontribusi apa-apa? ya minimal aku bisa melakukannya di lingkungan sekolah, “ Nadia menjawab pertanyaan Darren. Darren mendeham lalu bertanya, “ terus, kamu mau apa? “ Nadia meletakkan telunjuknya pada dahunya. “ Hmmm… aku juga gak tahu, sih, tapi yang pasti aku akan cari cara biar mereka bernyanyi lagi! Pokoknya ‘Indonesia Raya’ harus dikumandangkan oleh seluruh sekolah! “

Minggu berikutnya, Nadia sudah menemukan solusi dibantu oleh Darren. Mereka telah berkonsultasi dengan para guru dan para guru sangat setuju dengan usul Nadia dan Darren. Ketika Apel pagi, keyboard yang biasanya terpampang di depan lapangan tidak ada. Justru, Nadia berdiri di atas podium dengan standing mic di depannya. “ Menyanyikan lagu Indonesia Raya, hadirin dimohon berdiri, “ suara tersebut terdengar dari pengeras suara sekolah. Kemudian, sebuah rekaman iringan instrumental lagu ‘Indonesia Raya’ terdengar dari pengeras suara sekolah. Tangan Nadia memberikan aba-aba masuk bernyanyi. Ya, Nadia memutuskan untuk menjadi dirijen. “ Indonesia.. tanah airku.. tanah tumpah darahku…. “ syair lagu kebangsaan terdengar jelas di seluruh lapangan. Semuanya ikut bernyanyi. Nyanyian warga sekolah terdengar menggema di seluruh sekolah, menggetarkan hati Nadia. Ia merasakan rasa bangga yang berbeda dari sebelumnya. Baru kali ini Nadia benar-benar menatap audience ketika menyanyikan lagu kebangsaan. Ia amati satu persatu dari mereka yang bernyanyi dan Nadia tidak dapat menahan senyumannya.

Selesai apel, Darren menghampiri Nadia. “ Woaahh.. beneran berhasil, lho, Nad! Kamu hebat, deh! “ puji Darren dengan keras. “ Ih, biasa aja, tahu.. “ balas Nadia yang tersipu malu. Ketika menjadi dirijen, Nadia menyadari bahwa semua mata tertuju padanya. Seorang guru yang biasanya mengurus apel pagi menghampiri Nadia. “ Nadia, terima kasih, ya, ide kamu bagus! “ guru tersebut menepuk pundak Nadia. “ hehe.. sama-sama, Pak! “

Nadia menyadari suatu hal. Ketika ia memimpin dan fokus pada dirinya sendiri, tentu ia merasa bangga. Namun, ketika ia membuat banyak orang ikut menyanyikan lagu kebangsaan dengan khidmat, itu merupakan kebanggaan yang tidak terlupakan. Daripadi menjadi patrioti sendiri, alangkah baiknya untuk mengajak dan membuat orang lain merasakan hal yang sama. Suatu bangsa berdiri kokoh karena kontribusi banyak orang, tidak bisa jika hanya satu individu yang menopang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar